Jejaring Sosial Di Mata Saya

Written on 11:59 by Novi Tata

Laju perkembangan teknologi semakin tak dapat dihentikan. Jarak ribuan kilometer kini sudah bukan menjadi masalah lagi untuk tetap berkomunikasi. Sewaktu saya SD, saya ingat betul betapa repotnya saat kita akan berkirim kabar dengan sanak saudara yang terpisah jarak. First, we have to go to the post office, then we've to buy a stamp , envelope then put it into post box. Stelah itu apakah selesai? Belum, masih butuh waktu lagi agar surat yang dikirim sampai di tangan penerima. Betapa repotnya saat itu.

Sekarang? Mau bilang sesuatu sama pujaan hati yang ada di seberang sana, tinggal ambil handphone, pencet nomornya then bercakap-cakap atau bisa juga melalui SMS (Short Message Text). Telepon jarak jauh masih dirasa mahal? Internetlah solusinya. Internet merupakan teknologi yang tidak mengenal batasan wilayah. We can communicate with other people around the world. Saat kita ada disini dan seseorang ada di benua lain, bisa terus menjalin komunikasi dengan biaya yang relatif terjangkau. Salah satunya dengan jejaring sosial yang cukup banyak jumlahnya. Ada Facebook, Twitter, YM, Plurk, MySpace, AIM, dan masih banyak lagi.

Di jaman sekarang ini, bahkan ada orang yang tidak bisa 'hidup' tanpa kehidupan di dunia maya tersebut. Jadi seperti ketergantungan pada jejaring sosial yang sebenarya hanyalah sebuah tools. Tak salah memang berkecimpung di dunia maya, tapi kalau porsinya sudah melebihi waktu-waktu untuk melakukan pekerjaan utama, saya rasa sudah ada yang tidak benar.

Sebagai contoh, ada orang yang mengupdate statusnya yang bunyinya hanya "lapar..". Pertanyaannya apakah lantas lapar tersebut akan menghilang kalau dia update di facebook? Atau dengan segera saat itu juga ada orang baik yang mau mengantarkan makanan kepada si penulis status? Yang datang pasti hanya komentar-komentar yang tidak banyak membantu, apalagi komentar yang justru cenderung mengejek. Bagaimanapun tak bisa menyalahkan teknologi, karena sekali lagi ia hanya tools untuk mencapai tujuan tertentu. Yang menjadi masalah adalah bagaimana cara kita memperlakukannya. Kalau kita jadi ketergantungan terhadap jejaring sosial yang setiap menit mengecek apakah ada yang memberi komentar, apakah ada yang mengirim sesuatu ke wall, dan apakah apakah lainnya. Jika sudah demikian, kita perlu waspada. Ingat, kita adalah subjek, bukan objek teknologi. :)

If you enjoyed this post Subscribe to our feed

No Comment

Posting Komentar