Semangat si Engkong

Written on 23:11 by Novi Tata




Tak terasa udah bulan Maret. Emm berarti magangnya udah memasuki bulan ke lima. Niatku untuk posting one day one post belum berhasil. Entah kenapa kalau lagi semangat nulis, bahkan bisa posting dua tulisan dalam satu hari yang sama. Tapi kalau lagi mampet (kayak hidung ajaaa mampet), berminggu-minggu ga ada tulisan yang bisa dihasilkan. Mungkin Anda berpikiran bahwa saya kurang membaca? Enggak juga, banyak artikel dan tulisan teman yang sudah saya baca, tapi tetap saja tak ada ide untuk menulis.Di postingan kali ini, saya mau cerita pengalaman saya ngajar Bela senin malam kemarin.

Bela itu awalnya murid ulfa, adek sekontrakanku. Berhubung si ulfa lagi PKL (Praktek Kerja Lapangan) ke daerah Gunung Kidul, Jogjakarta sana, sayalah yang menggantikannya untuk mengajar Bela. Dia murid kelas 3 SMA. Awalnya pas ditawari untuk ngajar anak kelas 3 SMA saya ragu, hehe sadar kemampuan. Soalnya banyak banget materi SMA yang sudah lupa (atau sengaja saya lupakan ya? :p). Ternyata Bela itu anak anak IPS, yasudahlah saya terima tawaran itu. Paling gak, ilmu matematika dasar saya masih ingat, yang paling penting ga ada kimia sama fisikanya, hahaaha. Dan setelah saya datang kerumahnya, usut punya usut ternyata yang belajar bergantian antara Bela dan adiknya, Fadil. Fadil masih kelas 4 SD. Mungkin bagi kebanyakan orang berpikir lebih mudah ngajar anak SD. Ternyata ga seperti itu lho. Ngajar anak SD itu butuh ekstra kesabaran. Saat ia sudah males-malesan dengerin penjelasan kita, saat itulah tantangannya.

Pas udah mau selesai ngajar, di luar hujan deras dengan petir yang menyambar-nyambar (lebay.com). Bela sampai minta ditemani sama neneknya, ternyata dia takut banget sama petir. Kemudian kami ngobrol-ngobrol ringan menunggu hujan reda sambil minum teh. Bela bercerita panjang lebar tentang perjalanannya ke Singapura beberapa waktu yang lalu padahal kita baru beberapa hari kenal. Dia memang ektrovert anaknya, berbeda banget sama saya yang hanya bisa jadi pendengar yang baik dengan menganggukkan kepala, bertanya pada bagian-bagian yang saya kurang mengerti dan memasang muka serius.. hehehehe. Untunglah ceritanya memang seru, sama sekali tidak membosankan. Sebenarnya masih ingin mendengarkan ceritanya tapi udah jam setengah sepuluh malam, jadi saya pamit pulang ditemani rintik-rintik hujan.. #tsaaah.

Dengan diantar mbaknya Bela sampe ke ujung pintu, hehe emang pintu ada ujungnya ya.. saya melangkahkan kaki untuk pulang ke kontrakan. Kontrakan saya agak jauh dari rumah Bela. Untuk naik angkutan umum juga harus berjalan agak jauh. Jadi saya putuskan untuk naik ojek aja. Emm, sebenernya kalau ga terpaksa saya enggan naik ojek. Saya melihat ada dua ojek di seberang jalan. Salah satunya menghampiri saya. Usia tukang ojek itu saya perkirakan sekitar 60 tahunan. Dengan suara yang setengah berteriak, dia menawarkan mantel. "Ini baru aja dicuci neng, jangan takut", masih dengan nada agak tinggi supaya suaranya terdengar oleh saya. Saya bilang, "ke SPBU Otista ya Pak". Tampaknya bapak tua itu bingung. "Engkong ga tau neng arahnya kemana, kasih tau engkong ya nanti.". Bapak tua itu mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan rendah, dia bilang khawatir terpeleset karena jalanannya licin.

Dalam gerimis seperti itu, si engkong masih bersemangat untuk mencari nafkah. Sementara saya kalau hujan sedikit aja sudah malas untuk keluar rumah. Eh tapi itu saya juga lagi cari nafkah ya, :p.. hehee. Tetep aja beda saya sama si engkong semangatnya. Badannya kan udah ga setegap dulu lagi. Pasti lebih mudah sakit-sakitan. Sesampainya di SPBU Otista, saya mengambil uang untuk membayar jasa ojek engkong. Saya mikir lagi, pasti lebih ribet mengendarai motor dalam kondisi hujan gerimis. Lebih dingin juga, pokoknya usahanya lebih besar daripada kalau nggak hujan. Akhirnya saya melebihkan sedikit ongkosnya dari ongkos yang normal. Enggak disangka, reaksi si engkong membuat saya takjub. "Aduh engkong makasih banget ya neng", ucapnya. Saya ga nyangka, dengan uang beberapa ribu saja engkong itu sudah berterimakasih yang seperti itu. Bagaimana kalau dapat yang lebih besar lagi ya. Itu cermin lagi untuk saya, selama ini ketika mendapat uang rasanya memang senang. Tetapi sering lupa berterimakasih sama yang memberi rezeki. Bahkan jeleknya, saya mikir itu kan memang hak saya. Coba pikir deh, ongkos itu kan memang haknya engkong ya? Tapi dia tetep bilang terimakasih, tulus lagi bilangnya.

Sejak hari itu, saya mendapat pelajaran bahwa bekerja bukan hanya sekadar untuk mencari materi, tapi untuk mencari pengalaman-pengalaman berharga. Ketemu sama engkong tu sesuatu yang sangat berharga menurut saya,, hihi. Bekerja juga harus sepenuh hati, bersyukur atas apapun yang diterima, sekecil apapun. Kalau untuk hal-hal yang kecil aja kita ga bisa bersyukur, bagaimana kalau diberi yang lebih banyak lagi?

If you enjoyed this post Subscribe to our feed

No Comment

Posting Komentar