Lihat Mereka..

Written on 05:34 by Novi Tata

Semuanya mungkin saja terasa tidak adil. Namun tidak adil bagi siapa? Kalau membandingkan diri dengan orang yang lebih beruntung, tentu aja jadi merasa di pihak yang tidak beruntung. Namun ayolah pikir sekali lagi bagaimana dengan orang-orang yang tidurnya beratap langit. Orang-orang tersebut bisa ditemukan dengan begitu mudahnya. Susuri saja jalan beberapa meter, langsung bisa ditemui orang yang tak pernah punya rumah. Tak pernah merasakan bagaimana indahnya tidur di dalam kamar yang hangat, di atas kasur yang empuk. Mungkin menurut Anda ini berlebihan. Kenyataannya memang seperti itu, nyata. Aku menyaksikan sendiri sepulang mengajar beberapa hari yang lalu. Tepat di depan stasiun Kemayoran terdapat sepasang kakek nenek yang hidup di bawah pohon dengan beralaskan kayu seadanya. 

19 Mei 2012 Stasiun Tigaraksa, Tangerang 

Di siang yang terik itu aku sudah berada di sebuah stasiun kecil relatif dekat dengan rumahku.Aku mau kembali ke kosan karena esok hari ada pekerjaan yang harus dilakukan. Langit tigaraksa siang itu tak begitu terik, tak pula mendung. Seluruh kursi stasiun sudah terisi oleh para calon penumpang yang akan menuju Jakarta. Terlihat dua orang perempuan muda duduk di sisi rel kereta api. Aku kemudian bergabung dengan mereka. Dengan jarak sekitar satu meter, kami mengobrol ringan. Dari obrolan kami yang singkat itu kuketahui bahwa mereka berdua adalah buruh di pabrik plastik di wilayah Balaraja. Menurut pengakuan mereka, mereka mendapat bayaran dua puluh lima ribu rupiah per harinya untuk melakukan pekerjaan yang cukup berat. "Saya sudah capek mbak", kata salah seorang diantara mereka. Hak yang mereka terima sangat tidak sepadan dengan usaha yang mereka lakukan. Lebih dari itu, terkadang ada gaji yang dihutang. Misalnya harusnya mereka menerima 350 ribu rupiah, mereka hanya terima 300 ribu saja. Saya yakin banyak orang yang bernasib sama seperti mereka. Hanya saja mereka tidak tahu harus mengadu kemana. Gaji mereka sangat jauh di bawah upah minimum regional (UMR) Kabupaten Tangerang. Kenapa sih masih terus ada kasus-kasus seperti itu. Dimana ya peran pemerintah untuk memperjuangkan nasib rakyatnya. Dalam kasus seperti ini, tentu saja kaum kapitalis yang menang. Mereka menggunakan tenaga buruh tapi tidak mau membayar dengan semestinya. Pihak buruh pun tidak mampu berbuat banyak karena desakan ekonomi dan ketrampilan yang minim. Semoga pemerintah lebih mengerti nasib orang-orang seperti mereka. Hmm, harapan yang masih terasa sulit untuk terwujud.

Jakarta memang unik. Di Jakarta, semua lapisan masyarakat ada. Dari yang paling bawah sampai yang paling atas. Jakarta memang menjanjikan kemapanan, tidak untuk semua orang, melainkan hanya untuk orang-orang yang mau berusaha dan bekerja keras. Jadi, gak selamanya Jakarta itu lebih kejam dari ibu tiri. Eh siapa bilang ibu tiri kejam? Huee tergantung orangnya lah.

If you enjoyed this post Subscribe to our feed

No Comment

Posting Komentar