PNS vs non-PNS

Written on 11:15 by Novi Tata

Saya heran sama kultur masyarakat di Indonesia yang masih dengan bangganya kalau anaknya jadi pegawai, apalagi pegawai negeri sipil. Saya sama sekali bukan anti sama PNS, bahkan kalau tidak ada aral merintang, awal tahun depan saya akan ikut pengangkatan pegawai negeri sipil BPS. Saya bukannya gak bahagia dengan kesempatan ini. Siapa sih yang gak suka jadi PNS di jaman sekarang yang notabene suliiit banget buat cari pekerjaan. Ini karena kemurahan dari-Nya. Masa ikatan dinas selama 8 tahun harus dijalani karena saya sudah diberi kesempatan untuk menimba ilmu di kampus yang berada dalam naungan BPS (Badan Pusat Statistik).

Kembali ke pekerjaan PNS dan Non-PNS, tentu keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tapi entah kenapa, banyak orang tua yang lebih bangga jika anaknya diterima sebagai PNS. Padahal menurut hemat saya, pekerjaan PNS dan non-PNS itu sama saja tergantung bagaimana kita menjalaninya. Justru dari sisi pribadi, saya lebih menghargai orang-orang yang mampu beriri di atas kaki sendiri. Orang-orang yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain, lazimnya mereka disebut pengusaha. Kaum pengusaha, dengan segala ketidakpastian mampu dan berani menginvestasikan baik uang, waktu maupun tenaga dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya mereka mampu mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Mereka orang-orang yang berani menanggung resiko.

Balik lagi ke obrolan tentang PNS. Ibu saya juga termasuk seperti orang tua lainnya yang lebih senang saya jadi pegawai negeri. Mungkin karena tunjangan pensiun di hari tua nanti. Memang PNS bukanlah pilihan yang buruk, akan tetapi saya bercita-cita suatu ketika mampu membuka lapangan pekerjaan untuk orang-orang yang membutuhkan pekerjaan.

Kurikulum pendidikan di Indonesia juga memang mengarahkan seseorang untuk jadi pegawai yang baik. Selepas lulus kuliah, biasanya orang akan berpikir untuk melamar pekerjaan. Jadilah negara ini dipenuhi oleh para job seeker. Padahal saya yakin ada begitu banyak potensi SDM dalam kewirausahaan. Hanya butuh digali dan dikelola dengan baik. Semoga ke depannya pemerintah lebih memperhatikan anak muda yang interest dalam berwirausaha hingga minimal 2 persen dari warga Indonesia adalah pengusaha.

Wisuda STIS Angkatan 14

Written on 15:45 by Novi Tata

Alhamdulillah wisuda juga. Kalau tanpa kemurahan dari-Nya, aku ga akan mungkin melewati semua ini dengan begitu mudahnya. Dari mulai bimbingan skripsi, seminar, sidang, hingga revisi, semua terasa dimudahkan. Hingga akhirnya tanggal 22 Oktober kemarin, aku termasuk salah satu wisudawati lulusan STIS angkatan 14 di auditorium Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta.

Suasana pagi itu sangat terasa hiruk pikuk. Masing-masing orang sibuk dengan urusannya sendiri. Ini salah satu hari spesial dalam hidupku. Wisuda pertamaku yang insyaAllah akan disusul dengan wisuda-wisuda berikutnya. Ini dia jepretan foto suasana pagi itu di kampus Otista.


Terasa banget perjuangan untuk kuliah di STIS, apalagi pas tingkat 1 dan 2. Banyak mata kuliah yang jamnya pagi pas hari Senin. Artinya aku sering 'mbrudut' pagi-pagi buta dari rumah orang tua di daerah Tangerang Barat. Jaman-jaman itu angkutan umum belum sebanyak sekarang. Untuk para komuter dari Tangerang Barat-Jakarta, pasti ga asing dengan mobil merah Bargol. Selepas subuh biasanya aku udah berangkat bareng-bareng sama bapak-bapak yang pada mau berangkat kerja. Kelewatan karena saking ngantuk udah sering dialami.

Kalo pulang dari Jakarta pas Weekend juga gak kalah perjuangannya. Biasanya aku lebih milih naik kereta karena lebih ekonomis dan lebih santai karena ga terburu-buru. Yang luar biasa nyesek itu kalo naek kereta ekonomi Jakarta-Rangkas Bitung. Segala tukang jualan ada disana, ga peduli suasana dalam kereta sempit atau gak. Kadang aku kesel, tapi kadang aku menyadari kalau kebutuhan perut mereka memang tidak bisa ditunda. Kalau mereka tak bekerja, siapa yang akan menanggung? Baiklah, dari kereta ekonomi tersebut sya ambil pelajaran, ada harga ada rupa. Seribu lima ratus untuk jarak yang tidak dekat udah terjangkau banget buat masyarakat kelas terbawah sekalipun. Hmm, benar-benar merasakan jadi mereka-mereka yang kurang beruntung. Saya merasa beruntung bisa berinteraksi dengan mereka dengan jarak sedekat itu.

Oia kembali ke topik sebelumnya, Sabtu kemarin hari wisudaku. Bapak dan ibu alhamdulillah bisa datang. Memang sih ada kesalahan kecil pas aku maju ke ketua STIS. Aku udah mengacungkan tangan untuk salaman aja padahal kuncir toga belum dipindahkan.. haa, maaluu banget aku waktu itu. Tapi sudahlah, namanya juga insiden tak terduga. 

Hmm seneeeng deh akhirnya bisa ngasih sedikit kebahagiaan buat ibuk. Eh aku terlalu sering ngomongin ibuk ya dibanding bapak? Wajarlah, aku lebih deket sama ibuk. Aku udah speechless nih, intinya aku selalu mohon sama Allah supaya dikasih kesempatan bahagiain ibuk meskipun hanya lewat hal-hal kecil.

Fresh Graduated

Written on 11:52 by Novi Tata

Tadi siang lihat Duta dan kawan-kawannya di Sheila On 7 manggung di kampus. Sekitaran satu jam mereka manggung dengan lagu-lagu yang ada sejak aku SD sampe yang terbaru. Seneng banget bisa liat live performance dari mereka soalnya dari SD aku udah suka sama lagu-lagunya. Apalagi mereka perform-nya lumayan atraktif. Wah akhirnya bisa lihat mereka dengan jarak sedekat itu.. hehe *kesannya lebay saya.

Pas di tengah acara, saat orang-orang pada jingkrak-jingkrak, aku kepikiran sama nasib orang-orang di luar sana yang kurang beruntung. Jangankan berjingkrakan, mau makan apa saja hari ini mungkin mereka bingung. Apalagi di Jakarta ini yang serba mahal. Gaya hidupku kalo kelamaan di Jakarta pasti semakin hedonis. Gimana nggak, kalau setiap kali jalan kan mesti mampir warung-warung Franchisee itu. Yang megah bungkusnya aja, isinya? Tau sendiri lah. Sebenernya mending ke warung tradisional, tapi dengan satu catatan, warungnya harus bersih. No Lalat.. Hmm, Lidahku ga boleh dibiasain sama makanan junkfood macam itu.

Saya memang belum pandai mengatur keuangan. Nah salah satu penyebab kebocoran anggaran keuangan saya biasanya ya makan di warung franchisee yang notabene jual makanan junk. Makanan junk? Iya, soalnya rendah gizi, mahal karena merk. Mulai skrg, no no no.. sekuat tenaga aku akan menghindari junkfood. Huhuhu, semoga bisa, pasti bisa.

Eh besok Gladi Resik buat Wisuda STIS angkatan 14, Huaa.. alhamdulillah sesuatu banget ya buat saya. Keberhasilan kecil ini saya persembahkan buat mama tercinta. She's the best motivator without any words. Mama emang ga banyak teori, tapi beliau cukup mencontohkan saja.

Tadi ada obrolan yang lazim dibicarakan anak-anak tingkat 5 sama Verliya. Tentang jodoh.. Memang kalau ngomongin hal ini akan selalu seru bagi orang-orang yang belum menemukan siapa jodohnya. Sesuatu yang terlalu memang ga baik. Termasuk perihal jodoh ini, terlalu lama ga baik, terlalu cepet juga ga baik. Jadi pasti akan ada waktu yang pas suatu hari nanti. Aku dinilai belum matang untuk berumah tangga. Juast wait and mematangkan diri dulu. :)

Cerita Ibu Soto

Written on 11:35 by Novi Tata


Nulis, nulis, nulis.. ayok pi lebih produktif untuk nulis. Sebenernya banyak banget hal yang sering trlintas dalam benak, yang menurutku lumayan bagus untuk dituangkan dalam tulisan. Tapi banyak banget alasan untuk ga nulis, ya sok sibuklah, ntar dulu lah, males.. pada akhirnya ide-ide yang bersliweran di kepala hilang begitu saja. Sayaang banget yaa.

Sebenernya unek-unek paling enak tu dituliskan. Emm tapi gak mungkin dong saya nulis unek-unek pribadi di wilayah public seperti ini. Tadi siang, seperti hari sebelumnya mondar-mandir di ruang jurusan buat ngurusin draft. Hadeeh udah jadi draft aja masih repoot. Ups, no mengeluh anymore. Tapi beneran deh, capek banget, sampe-sampe perutku teriak-teriak minta diisi. Nah pilihan utamaku ke bu soto, samping SPBU Otista. Dengan kondisi perut yang sangat lapar, soto ayam bu samping SPBU langsung habis dalam waktu sekitar 15 menit.. Ditambah segarnya es teh manis di tengah hari yang panas. Sepanas hati dan kakiku. Hati?Kaki? Haha, iya kesel juga draftku dikembalikan berkali-kali. Tapi emang dasarnya aku yang salah sih, gak teliti. Kaki? Ya iyalah kakiku panasss, udah kaya setrikaan bolak-balik kampus tempat print, kampus, tempat print lagi. Akhirnya sekitar jam 2 siang, mbak-mbak yang tukang meriksa draft kayaknya udah males ngeliatin draft aku. Dia langsung nyuruh aku tulis namaku, dan NIM.. alhamdulillah, berakhir juga. Masih ada manual(petunjuk) yang harus dikerjain. Semakin yakin deh bahwa setiap selesai satu urusan, pasti akan muncul urusan yang baru. Jadi gak perlu berharap sebuah urusan/masalah berakhir lebih cepat. Toh akhirnya pasti akan disusul dengan masalah baru yang mungkin saja lebih ringan, atau bahkan lebih kompleks.

Well, saya sebenernya mau cerita pas saya makan soto tadi. Jadi si ibu soto kedengeran bicara sama seseorang yang intinya, "Masih untung punya orang tua". Eh aku ga bermaksud nguping lho, itu kedengeran karena jaraknya yang deket. Hehe, alibi :p

Bener banget, punya orang tua adalah anugerah terindah dalam hidup kita. Mungkin tak semua orang tua mampu melimpahi anaknya dengan harta benda, tapi hampir semua orang tua mampu menjadi pendengar dan sahabat terbaik bagi anak-anaknya. Mereka siap meminjamkan telinganya 24 jam penuh, kapan pun kita membutuhkan mereka. Dan saat kita berada dalam saat-saat tersulit dalam hidup, merekalah yang tulus membantu kita untuk bangkit lagi.

Saat kita sedih, merekalah orang-orang yang akan otomatis ikut bersedih. Rasa empatinya terhadap anak-anaknya begitu mendalam. Begitupun sebaliknya, saat kita diliputi sukacita, merekalah orang pertama yang akan ikut senang, ikut merasakan kebahagiaan yang sedang kita rasakan.

Mereka rela menahan lapar asalkan anak-anaknya kenyang. Mereka rela berpeluh-peluh di tengah terik matahari yang menyengat, demi membuat anaknya bahagia. Agar anaknya terus dapat merasakan indahnya menuntut ilmu di bangku sekolah.

Ngomongin orangtua jadi inget ibuk dirumah, semoga beliau dan ibu-ibu yang lainnya selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Aaamiin..

Dosen Pembimbingku So Sweet

Written on 12:33 by Novi Tata

Alhamdulillah akhirnya satu kata itu kuraih juga, Lulus.. yee sbntar lagi statusku bukan mahasiswi lagi. Kemarin saya seharian di Kehutanan nunggu bu kasubdit sama pak Riko rapat. Untungnya ada mas Tally yang baek bgt. Jadi masa penungguan itu tidak terlalu berasa lama. Udah instal, mondar-mondar, masih aja belum ketemu salah satu dari dua orang yang kusebutkan tadi. Akhirnya jam satu siang aku memutuskan untuk pulang saja karena ada pembagian Indeks Prestasi. Wah ini ternyata IP terjelek saya selama kuliah disini, hmm tapi sekali lagi ga papa lah yang penting nilai perjuangan dan usahanya. Well, ini sudah sesuatu banget buat saya.

Kemarin masih ada revisi dan harus ngadep ke pak pembimbing lagi, padahal dua tanda tangan pengui sudah kukantongi.. huhuhu. Pas kejadian ketemu bapaknya kemarin sore, agak sedikit so sweet. Bapaknya kan lagi super sibuk ya, haha yaudah aku todong aja biar kasih tanda tangan. Bapaknya cuma liat revisiku sekilas aja.. padahal aku ngerjainnya semalam suntuk pak.. hhe. Pertama masuk ruangan beliau, langsung ditodong pertanyaan.. kamu lulus?? Deuh.. Akhirnya ada sesi maaf-maafan deh. Bapaknya bilang, "Saya juga minta maaf yah udah sering ngomelin kamu, ya semoga ada manfaatnya di kemudian hari". Haha,, so sweet juga bapak yang kata anak-anak lainnya 'garang' itu.

Ya itulah, kadang kita terlalu cepat menilai seseorang sebelum mengenalnya dengan baik. Please don't judge a book by it's cover. Terima kasih pak.

Random

Written on 11:36 by Novi Tata

Saya tahu dunia ini gag hanya melulu soal cinta dan jodoh. Hmm tapi kenapa ya, membicarakan tentang dua hal itu sangat menarik dan selaluu ada saja bahan untuk dibicarakan. Sebagai seorang muslim, agama yang saya anut mengajarkan bahwa jodoh, maut, dan rezeki sudah diatur jauuuh sebelum kita dilahirkan ke dunia. Semua telah diskenariokan dengan sebaik-baiknya.

Masalah jodoh, ini menarik, terutama untuk orang-orang yang belum menemukan jodohnya. Namun ada satu ayat yang saya gag hafal, tapi bunyinya wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan sebaliknya. Meskipun sudah digariskan, kita harus menjemputnya dengan ikhtiar. Bergaul dengan batas-batas yang wajar dan selalu berusaha memperbaiki diri. Artinya, jika saya ingin suami yang baik, maka diri saya harus baik dulu.

Haduh-haduh udah agak ngelantur nih pembicaraannya. Hehe, well intinya adalah... siapapun dia, saya yakin lelaki yang akan mendampingi hidup saya kelak adalah lelaki terbaik yang dipilihkan oleh-Nya.