Cemas, Perlukah?

Written on 19:40 by Novi Tata

Yeaay udah hari Senin lagi. Hari baru, kesempatan baru, right? Hari ini pertama kalinya aku berangkat ke kantor dari kosan baru di sekitar Kemayoran. Lebih santai daripada ketika di Otista kemarin. Jalan kaki dari kos baru ke kantor sekitar 15 menit. Jalan kaki kan sama juga seperti olahraga. Tadi pagi nganter ibu dulu ke stasiun kemayoran, beliau kemarin menemani aku pindahan. Pagi ini ibu pulang ke rumah di daerah Tangerang. Bener emang ya seorang ibu pengorbanannya banyak banget, nggak mungkin bisa dibalas. Aku merasakannya sendiri. Sayangnya sebagai anak, sering lupa diri, huhu. Oia ada satu kebiasaan ibu. Beliau sering banget kirim sms dan isinya selalu sama, "Lagi opo pi? Wis mangan urung?". Artinya lagi apa pi? sudah makan belum? Kalau untuk kita yang lebih bisa mengoperasikan telepon seluler, mungkin pesan tersebut bisa disimpan sebagai template. Lain halnya sama ibu, sms yang sama itu ditulis berulang kali, hoho.

Kadang aku merasa bosan sama apa yang aku lakukan dari hari ke hari. Ternyata kebosanan tersebut bersumber dari ketidakmampuan diri dalam memaknai hidup, hasyahh. Padahal banyaaak hal yang bisa kulakukan untuk memperbaiki diri dari hari ke hari. Secara umum, kebosanan yang kurasakan selalu bersumber dari kefuturanku. Ketika aku menjauh dari Sang pemilik hidup, ketika ibadah dilakukan hanya sebagai ritual buka sebagai kebutuhan.

Kadang aku merisaukan hal-hal yang tak perlu dirisaukan. Rezeki, jodoh, dan maut adalah hal-hal yang sudah jelas diatur dengan baik. Lalu untuk apalagi dicemaskan? Kalau boleh jujur, penghasilan anak magang untuk hidup di Jakarta jelas tidak cukup. Apalagi sudah tidak ada suply dari orang tua. Namun kalau dilihat dari item-item pengeluaran setiap bulan, ternyata lebih besar dari nominal honor magang yang diperoleh setiap tengah bulan. Ajaib? Itulah yang dinamakan rezeki. Datangnya tak bisa diduga-duga dan dari berbagai arah. Tak perlu khawatir dan tak perlu cemas.. :D

Masalah jodoh katanya salah satu hal yang sering membuat orang cemas, hmm, ada benernya juga. Setiap orang pasti mendambakan pasangan terbaik untuk mengarungi sisa hidup bersama-sama. Tak mau salah pilih. Padahal dari kapan tau, jodoh kita tu udah di atur, cuman belum dikasih tau aja siapa itu orangnya, siapa namanya, darimana asalnya, dsb. Dan itulah hal-hal yang sebenarnya ingin diketahui oleh kebanyakan orang. Menurutku, berganti-ganti pasangan untuk mendapatkan seorang yang menurut kita terbaik bukanlah hal yang bijak. Lalu apa yang harus dilakukan? Sebagai perempuan, ya memantaskan diri untuk dipilih. Memantaskan diri seperti apa? Banyak sekali hal-hal yang bisa dilakukan. Memperbaiki ibadah misalnya yang sebelumnya masih kacau. Kemudian belajar memasak juga bisa. Ngomong-ngomong ini mah aku banget yang sampai saat ini masih kurang bisa masak, apalagi yang pakai bumbu-bumbu agak aneh.

Satu lagi hal yang sudah jelas diatur sama Allah yaitu maut. Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Seluruh nenek moyang kita yang hidup di jaman dulu akhirnya tiada kan? Usia 100 tahun tu udah termasuk rare case untuk jaman sekarang. nah itulah mengapa peluang setiap makhluk untuk mati adalah 1. Dengan kata lain, kematian pasti terjadi, hanya waktunya saja yang kita tidak tau. Bayangkan saja bagaimana kalau kita tau kapan kita akan mati, sereem banget kan. Kita pasti akan ketakutan. Nah tugas kita adalah memperbanyak perbekalan pahala. Ayo kita banyak-banyakin pahala :D

Unek-unek itu Harus Dikeluarkan

Written on 23:30 by Novi Tata

Magangnya lama banget yah, hoho. Mungkin orang-orang sampe bosan dan kelewaat tau kalau magangnya udah lama banget. Sepuluh bulan euy rencananya, itu pun kalau ga ada kebijakan perpanjangan magang lagi. Hiiy jangan lah ya. Daripada ngeluh-ngeluh yang kurang bermanfaat lebih baik doing something better, ya seperti cari uang tambahan, belajar satu ilmu, de el el. Temen-temen yang mulai berdagang semenjak lulus kuliah banyak banget. Ternyata kampusku dipenuhi oleh orang-orang yang berjiwa kewirausahaan, hihi. Mungkin juga ada yang 'terpaksa' menjadi wirausahawan dan wirausahawati karena desakan kebutuhan. Ada sisi baiknya juga ternyata moratorium ini. Hohoo, bisa dilempar sendal sama temen2..

Lha aku sendiri bagaimana? Bakat ga di bidang kewirausahaan? Hmm, susah ya jawabnya. Aku sih meyakini, ketekunan lebih berperan dalam mengembangkan mental wirausaha. Tentu aja sih orang-orang yang berbakat yang terus mengasah kemampuan jauh akan lebih baik. Namun, buat orang-orang yang berbakat tapi tidak diasah, itu dia yang sayang banget. Banyak faktor yang bikin seseorang enggan mengembangkan insting wirausahanya. Baik faktor internal maupun eksternal. Ada orang yang mau coba wirausaha tapi dilarang sama keluarganya. Belum apa-apa udah dibilang, "Udah kamu tuh sekolah aja yang pinter terus masuk perusahaan yang bonafit". Lunturlah semangat berwirausahanya. Ada juga orang yang enggan memulai-mulai karena faktor internal, entah karena malu, belum punya modal, dsb. Padahal menurut saya, wirausaha tidak semata-mata tentang ketersediaan modal. Modal memang penting namun bukanlah yang terpenting. Udah bisa nerapin ke diri sendiri belum Pi? Hhe beloom. Masih sekedar teori-teori dan aku masih seperti orang kebanyakan. Hiks.

Nasib jadi lulusan komputasi tu hampir selalu dianggap bisa program bisa ngurusin jaringan, bisa benerin hardware yang rusak. Huaa, kami juga manusia biasa yang punya keterbatasan. Eh tapi bagus juga dianggap bisa macam-macam ha. Daripada dianggap tidak bisa apa-apa, hahah. Udah kadung dicemplungin di dunia ini, jalan yang terbaik adalah mencintai dan mendalaminya. Yah meskipun bakat tetep pas-pasan. Jadi ingat pesan salah satu dosenku dulu, ndak usah sebut nama lah ya, ntar situ ngefans,.. hehe. Jadi kata bapak itu, kita gak perlu menguasai banyak ilmu tapi hanya kulit-kulitnya saja. Lebih baik, menguasai sebuah ilmu dari kulit hingga intinya. Semacem branding gitu lah kalau di dunia marketing. Pas orang nyebut nama kamu, langsung inget sama bidang yang kamu kuasai. Hmm, susah juga ya. Bingung mau nulis apa lagi, udah dulu yak.. :)

Berusaha Menyukainya

Written on 00:12 by Novi Tata


Saya suka jeruk, terutama jeruk mandarin. Jeruk mandarin itu berukuran relatif lebih besar daripada jeruk pontianak. Jeruk mandarin rasanya relatif manis dengan sedikit rasa masam dengan warna kulit orange terang. Saat ini jeruk tersebut dapat dengan mudah didapatkan di sekitar kita. Harganya pun relatif murah. 


Selain jeruk, saya juga suka apel. Jenis apel yang saya suka yaitu apel fuji. Kalau kita mau memperhatikan, kadang ada apel yang rasanya gembur dan ada juga apel yang rasanya renyah. Sedikit tips dari saya, supaya dapat apel yang rasanya renyah, sebelum membeli coba di ketuk dulu dengan jari. Kalau ada bunyi nyaring, maka apel itu renyah. Namun kalau bunyinya blep-blep, maka kemungkinan besar apel itu gembur. 



Durian juga saya suka. Wanginya itu lho sedap banget. Makanya profil di twitter saya berbau-bau durian. Udah pernah beberapa kali milih durian, selalu aja ga beruntung. Yang ga manis lah, ada yang bagusnya cuma separo lah, huhu ajarin dunk milih durian yang bagus. Kalau boleh dibilang, durian itu buah dari surga lah.. haha.


Allah emang adil, saya suka buah tapi saya gak suka sama sayuran hijau. Kalau lihat temen-temen pada suka sama sayur tu rasanya pengen juga kayak begitu. Untungnya sih masih doyan meskipun gak terlalu suka. Jadi kalau makan tanpa sayuran itu udah biasa. Sebagai gantinya ya saya ganti dengan banyak konsumsi buah-buahan. Berbeda banget sama ibu saya yang gemar banget makan sayuran, mentah ataupun mateng. Sekarang saatnya untuk belajar menyukai sayuran.. :))

Originally posted by :

Cari Kos-Kosan (Lagi)

Written on 00:20 by Novi Tata

Magang yang semula rencananya cuma sampai bulan April diperpanjang hingga bulan September. Itu diputuskan oleh bapak-bapak pimpinan dalam rapat-rapat yang telah diselenggarakan. Pada tanggal 27 Maret, kami lulusan STIS angkatan 49 dikumpulkan di auditorium gedung 1 lantai 10. Ceritanya mau menjelaskan nasib kami ke depan, apakah mau diteruskan magangnya atau dipulangkan dengan hormat, haha. Karena ada 261 kepala, jelas saja keinginan kami banyak dan berbeda-beda. Hasilnya kami tetap magang hingga bulan September. G tau harus sedih atau seneng sama keputusan itu. Jelas pimpinan pasti menginginkan yang terbaik buat kita. Ujung-ujungnya emang harus banyak bersabar. Katanya orang sabar itu... *lanjutin sendiri*. Coba kita lihat nanti bagaimana di bulan September. Apakah benar-benar ada realisasi dari rencana-rencana yang telah dibicarakan bersama 27 Maret yang lalu. 



Magang diperpanjang, artinya cari kosan baru. Masa kontrak rumah didaerah Otista, sekitaran kampus saya, sudah akan habis pada akhir April ini. Inilah saatnya saya mencari-cari udah lihat kamar di kos puput temen satu angkatan. Kamarnya itu keciil. Lumayan nyaman karena ada ruang TV, ada dapur juga, dan ada 4 buah kamar mandi. Saya masih mikir-mikir dulu untuk comparing between one and others. Sampai kapan ini mikirnyaa? Keburu diambil sama orang tuh. Ini dia salah satu sifat jelek saya, peragu dan gak tegas sama sesuatu.

Perpanjangan masa magang tentu aja ada sisi postitifnya. Ya misalnya aja saya bisa lebih lama di Jakarta, kumpul bareng sama orang tua, masih bisa jalan-jalan bareng temen-temen. Masih bisa ke toko buku, hehe seolah-olah di tempat penempatan nanti ga ada toko buku. Yang paling penting, masih bisa menikmati semrawutnya kota Jakarta. Hiruk-pikuk orang-orang di pagi dan sore hari. I'll miss that things someday. Benar juga kata orang tua, dijalani dan dinikmati saja satu per satu tahapan yang harus dilalui. Mengeluh-mengeluh juga percuma, malah bisa merusak kebahagiaan hari ini.. #tsaahh.

Ada yang Mau Buka Lapak

Written on 20:37 by Novi Tata

Gambar di atas hasil utak-atik inkscape.. Ada temen yang mau buka lapak batik. Udah aku kasih installer inkscape-nya kan? Hoho diutak-atik aja, pasti kamu bisa buat yang jauuh lebih bagus dari yang saya buat. Well, semoga usaha bareng si masnya lancar. :)

Jangan Ragu untuk Katakan Tidak

Written on 11:20 by Novi Tata

Alhamdulillah akhirnya bisa nulis lagi setelah sekian lama ga nulis, halaah. Berapa yang lalu aku ditawari pekerjaan sama temen. Pekerjaannya emang ga susah, cuma merapikan file excel. Pas ditawari, tanpa pikir panjang aku terima tawaran itu. "Sanggup? Harus kelar lho.", kata temenku. Aku jawab, "siaaap". Aku pikirnya, ah cuma excel pasti bisa lah. Ternyata ada 10700-an baris. Emaaak... Sombong banget emang aku. Menggampangkan hal-hal kecil. 

Dimulai dari hari Kamis tugas itu resmi aku kerjain. Sebenernya si temen minta di kumpulin esok harinya, Jum'at. Aku udah ngeluh-ngeluh ga bakal bisa. Bener-bener puegel soalnya. Pas hari Jum'at baru menyelesaikan 2000 baris, baru 20 persen. Hiyaaa... Si temen terus nyemangatin dan ngasih penundaan, oke Sabtu juga gapapa. *Huah legaa*. Pas hari Sabtu ternyata masih ada sekitar 4000 baris lagi yang belum dikerjain,, huaaa mau ngomong apalagi coba. Padahal udah berusaha, bahkan keluar kamar cuma untuk beli makan, mandi dan shalat. Si temen bilang lagi, oke kirim aja yang udah selesai dikerjain, sisanya akan ditunggu. *Legaa lagi*. Pas Minggu pagi udah ada inbox masuk yang berisi tagihan tugas, isinya adalah kumpul tugasnya paliiiiing lambat hari ini yaa. *Jegerrr*. Aku bilang propinsi X belum kelar. Si teman bilang lagi, sampe tengah malem juga gpp. Udah ditoleransiin berapa kali aja nih. Finally, hari Minggu jam setengah sebelas malem baru beres semuaah. Senengnya hampir sama kayak baru selesai ngerjain tugas yang dikasih sama dosen pembimbing saat skripsi. Rasa-rasanya pengen lompat dari balkon kosan, hahahahh.

Pelajaran yang bisa diambil dari momen kali ini adalah jangan terburu-buru mengiyakan permintaan atau tawaran orang. Bagaimana pun kita hanyalah manusia biasa yang memiliki berbagai keterbatasan. Terbatas waktu, tenaga, pikiran, dan lain sebagainya. Memang benar, kita harus bisa cepat dalam mengambil keputusan. Namun kalau hanya cepat saja tidak cukup, keputusan yang diambil juga harus tepat. Percuma saja kan cepat tapi tidak tepat? Justru akan membuat susah diri sendiri. Juga jangan sombong akan kemampuan diri yang merasa bisa segalanya. Huuhuhuu nunjuk jidat sendiri.